05.05

NIKAH n PACARAN MIRIP TAPI BEDA

“Bagaimana cara menjaga diri di tengah godaan yang begitu besar di jaman ini ? Bagaimana agar sukses lolos melewati masa remaja ini?” Begitu kurang lebih sms seorang teman yang baik di malam itu.



Sebenarnya dengan tegas sms tersebut bisa dibalas dengan kata singkat , ‘nikah saja’. Tapi ada yang terasa mengganjal ketika hendak menyampaikan pada teman yang baik tadi.



Kata pernikahan bagi banyak pemuda kini menjadi sesuatu yang tabu. Belum cukup umur, masih terlalu muda, belum mikir ke sana, masih ingin studi dulu, nerusin karir duluan dan beragam alasan lain untuk tidak siap dengan masalah pernikahan. Namun anehnya, banyak yang memilih sesuatu yang mirip pernikahan merupakan ikatan yang sakral, yang mampu melahirkan ketenangan , cinta dan kasih sayang. Pun merupakan hubungan indah yang bisa bernilai pahala dan membuahkan ridha Allah. Di dalamnya juga terkandung rasa tanggung jawab, kepemimpinan , kedisiplinan, keridhaan dan semangat kebersamaan yang mempesona.



Berbeda dengan pacaran, yang secara sepintas mirip dengan pernikahan. Karena di dalamnya ada muatan maksiat yang seluruhnya dimurkai Allah. Berdua di tempat sepi saja sudah merupakan kemaksiatan, demikian pula bersentuhan, memegang dan seterusnya.



Nabi Shallallahu’alaihiwasallam bersabda,

“Sungguh kepala salah seorang di antara kalian ditusuk dengan jarum besi itu lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya”(Riwayat at thabrani dan baihaqi, lihat silsilah ash shahihah (I/393)(224))

Paling minimum yaitu memandang yang bukan muhrim saja sudah dilarang.



Dari Buraidah, diriwayatkan ia berkata, Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam bersabda,

“Wahai Ali, janganlah engkau ikuti pandangan pertama dengan pandangan berikutnya. Karena pandangan pertama itu untukmu sadangkan yang kedua tidak halal bagimu”(Shahih sunan abu dawud)



Seorang sahabat Nabi Shallallahu’alaihiwasallam yaitu Jarir bin Abdillah meriwayatkan bahwa ia berkata, “Aku pernah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam tentang pandangan sesaat yang tidak disengaja. Maka beliau memerintahkanku agar mengalihkan pandanganku”(Shahih Muslim)

Perbuatan dosa tentu tidak bisa disertakan dengan perbuatan yang menghasilkan pahala dan ridha Allah.



Banyak Tak Mesti Benar

Realita membuktikan banyak orang yang lebih siap untuk berpacaran dibandingkan menikah. Dengan kata lain, lebih siap untuk mereguk beragam dosa daripada menumpuk pahala. Jelas sekali ini merupakan bnetuk penyimpangan yang berbahaya. Memang, aktivitas maksiat ini kini jadi hal yang dianggap biasa, tak tabu, atau tak dosa. Terlebih ada sebagian da’I yang turut mendukung aktivitas tercela ini, karena miskin ilmu dan takwa. Itu pun masih didukung beragam media yang mempromosikan pacaran sebagai sebuah gaya hidup yang wajar bagi kawula muda.



Gaya-gaya seperti ini ternyata sedikit banyak juga mengimbas pada sebagian pemuda-pemudi yang sudah ngaji. Pacaran memang tidak , tapi mereka pun mulai ada yang ‘enggan’ untuk bersiap menuju pernikahan. Dengan alas an yang begitu banyak dan sedemikian rupa dibuat untuk melegitimasi ketidaksiapannya menujuu jenjang pernikahan. Ini semua tentu tidak layak untuk dilakukan. Terlebih di jaman ini, godaan kemaksiatan begitu gencar mengancam.



Menikah dengan segera , sebenarnya merupakan jawaban yang paling mudah untuk diberikan. Namun kini jawaban yang mudah itu membutuhkan penjelasan tambahan agar pemuda atau pemudi yang dinasehati tadi paham dan yakin bahwa hal tersebut adalah solusi terbaik. Demikian pula, perlu untuk menerangkan keburukan pacaran, sesuatu yang mirip nikah padahal beda.

Sumber : Elfata edisi 5 vol 7 tahun 2007